A. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah
Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai mu’jizat yang
ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan dengan mutawattir serta membacanya
adalah ibadah. Diturunkannya kepada jin dan manusia agar bisa dijadikan petunjuk
(huda) dan pembeda (furqan) antara kebenaran dan kesesatan.
Kalau bukan
karena kebenaran Al-Qur’an, agama Islam ini ditinggalkan oleh masyarakat,
karena ulah sebagian umat Islam yang justru bertentangan dengan ajaran
agamanya. Maka, kalau melihat sesuatu, kita harus melihat kebenaran satu
ajaran, bukan melihat orangnya. Al-Qur’an adalah Haq, kebenaran sejati
yang sesuai dengan kenyataan. Muncul dari Dzat Yang Haq. Sumber
kebenaran dan kebaikan. Sumber nilai yang paripurna. Marilah kita perbaiki citra
Islam yang santun, moderat, tasamuh, cinta kepada perdamaian sesuai dengan
nilai-nilai kebenaran dalam Al-Qur’an.[1]
B.
Pembahasan
Tafsir Tahlili
Surah
At-Taubah Ayat 37-40
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ
بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا
لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ
زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الْكَافِرِينَ
Artinya: “Sesungguhnya mengundur-undurkan
bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. disesatkan orang-orang yang kafir
dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan
mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan
bilangan yang Allah mengharamkannya, Maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah. (syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang
buruk itu. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Ayat 37)
Tafsir Mufradat
Kata
النسئ berasal dari kata nasa’a
yang bekmakna mengundur-undur dari tempatnya. Sedangkan secara terminologi
dalam ayat ini bermaksud pengunduran penghormatan satu bulan kepada bulan yang
lain, sebagaimana yang selalu dilakukan oleh kaum jahiliyah.[2] An-nasi’
menurut Quraish Shihab merupakan penambahan dalam kekufuran setelah
sebelumnya mereka telah kufur dengan kemusyrikan. Kalimat زيادة فى الكفر (penambahan dalam kekufuran) karena
dengan penundaan itu mereka melecehkan ketetapan Allah dan tidak mengakui
ketentuan-Nya dalam hal waktu pengagungan bulan-bulan. [3]
Asbab An-Nuzul
Ibnu
Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari Abi Malik dia mengatakan bahwa,
“Orang-orang Arab dulu menjadikan satu tahun tiga belas bulan. Mereka
menjadikan bulan Muharram sebagai bulan Shafar, maka mereka dalam bulan itu
menghalalkan hal-hal yang diharamkan.” Lalu Allah menurunkan ayat ini.[4]
Tafsir
Menambah
jumlah bulan yang agung di luar ketetapan Allah berarti menambah kekafiran.
Kaum kafir menjadi sesat karena mereka menghalalkan berperang pada tahun
tertentu, dan mengharamkannyapada tahun yang lain. Mereka membuat demikian
untuk menyesuaikan bulan-bulan agung yang telah ditetapkan oleh Allah dengan
kepentingan mereka.[5]
Ayat
ini menerangkan bahwa pengunduran keharaman bulan kepada bulan selanjutnya
seperti pengunduran bulan Muharam ke bulan Safar dengan maksud agar pada bulan
Muharam itu diperbolehkan berperang, adalah suatu kekafiran karena menganggap
dirinya sama dengan Tuhan dalam menetapkan hukum. Telah jelas dan diakui
semenjak Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail bahwa pada bulan-bulan haram itu tidak
diperbolehkan berperang. Tetapi karena orang-orang musyrikin itu tidak dapat
menguasai dirinya untuk tiuntuk tidakakak berper berperang selama tiga bulan
berturut-turut yaitu pada bulan Zulkaidah, Zulhijjah dan Muharam, maka kesucian
pada bulan itu digselama tiga bulan berturut-turut yaitu pada bulan Zulkaidah,
Zulhijjah dan Muharam, maka kesucian pada bulan itu digeser ke bulan lan lain
sehingga mereka mendapat kesempatan untuk berperang an untuk berperang
padpadaa bubulan Muharam.[6]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ
لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ أَرَضِيتُمْ
بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي
الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila
dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah"
kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan
kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup
di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” (Ayat 38)
Tafsir Mufradat
Kata
انفروا adalah fi’il amr (menunjukkan
perintah) berasal dari kata nafara – yanfiru – nafiran, yaang berarti
terkejut karena sesuatu lalu lari, bersegera kepada sesuatu, atau berarti
menyerahkan diri.[7]
Jadi pengertian infiru fisabilillah bersegeralah kamu, atau berangkatlah
dengan segera dan serahkanlah dirimu pada jalan Allah.
Asbab An-Nuzul
Ibnu
jariri meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia berkata tentang ayat ini, “Ini ketika
mereka diperintahkan untuk pergi dalam Perang Tabuk setelah penaklukan Mekah.
Mereka diperintahkan untuk berangkat pada waktu musim panas yang terik, padahal
buah-buahan sedang waktunya masak dan mereka ingin berteduh serta mereka merasa
berat untuk pergi. Maka Allah menurunkan ayat ini.[8]
Tafsir
Wahai
kaum mukmin, mengapa kalian merasa sangat keberatan ketika diperintahkan kepada
kalian: “Pergilah berjihad untuk membela Islam?” Apakah kalia lebih mencintai
kehidupan dunia daripada kehidupan Akhirat?” Padahal kesenangan dunia hanyalah
sedikit jika dibandingkan dengan kesenangan di akhirat.[9]
Ayat ini dan ayat-ayat berikut
merupakan dorongan kepada kaum muslimin untuk tampil berjuang di jalan Allah. Ia dikemukakan dalam
bentuk teguran karena sebagian dari mereka bermalas-malasan atau enggan menyambut
ajakan berjihad. Dalam hal ini adalah berjihad ke Tabuk. Karena itu, seperti di
tulis Ibnu Athiyah yang dikutip oleh Thahir Ibnu ‘Asyur, bahwa tidak ada
perbedaan pendapat ulama menyangkut latar belakang penurunan (asbab an-nuzul)
ayat ini, yakni untuk menegur siapa yang enggan ikut dalam Perang Tabuk. Atas
dasar itu, ayat ini berhubungan dengan firman-Nya sebelum ini yang
memerintahkan memerangi kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka memerangi
kaum muslimin semuanya (baca ayat 36 surah ini) dan firman-Nya yang memerintahkan
memerangi orang-orang yang tidak beriman (ayat 26) sampai dengan kecamannya
kepada yang menumpuk harta dan tidak menafkahkannya (ayat 34). Demikian Ibnu‘Asyur
menghubungkan ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya.[10]
Dari
mulai ayat 38 ini, sampai akhir surat, adalah pembicaraan disekitar perang
Tabuk. Tiga pihak musuh yang dihadapi Islam: pertama kaum musyrikin
yang berpusat di Mekkah. Maka dengan menaklukan Mekkah dan kemenangan di
Hunaian, perlawanan besar-besaran dari pihak musyrikin boleh dikatakan sudah
berhenti.
Pihak
kedua ialah Yahudi. Dengan pengusiran bani Nadhir, dan penumpasan habis-habisan
atas bani Quraizhah dan penaklukan benteng mereka di khaibar, perlawanan yahudi
pun tidak ada lagi. Tetapi Rasulullah masih wajib menghadapi pihak yang ketiga,
yaitu bangsa Rum yang menguasai tanah arab sebelah utara (Syam) yang diikuti
oleh bangsa Arab sendiri yang telah memeluk agama Nasrani, yaitu agama yang
dipeluk penjajah mereka. Orang Rum dan orang arab sendiri yang telah memeluk
agama orang rum itu, yaitu agama Nasrani, dipandang sebagai ahli kitab, pada
mulanya Rasulullah s.a.w. ingin membentuk pertetanggaan yang baik dengan pihak
kerajaan yang besar itu. Beliau pernah mengirim surat dan utusan supaya mereka
memeluk Islam.
Kekuasan
bangsa rum tidaklah senang atas timbulnya kekuatan baru ditanah Arab ini. Suatu
agama yang mengajarkan bahwa Allah hanya satu, tidak beranak dan diperanakan.
Suatu agama yang mangajarkan bahwa dosa Adam tidak diwariskan kepada anak
cucunya, dan tidaklah Almasih dikirim Allah ke dunia untuk menebus dosa
manusia. Suatu agama yang menolak segala ajaran yang memandang
manusia sebagai Tuhan dan anak Tuhan.
Oleh
sebab itu sejak tahun keempat dari hijrah Nabi s.a.w ke Madinah, menyuruh
penduduk Madinah selalu was-was dan memperbanyak ronda. Kemungkinan Madinah
akan dihancurkan sudah menjadi pendapat umum, di Madinah pada waktu
itu.
Maka
sehabis penaklukan Makkah dan enam bulan setelah penduduk Thaif mengaku tunduk
memeluk Islam, sampailah berita yang dibawa oleh saudagar-saudagar yang pulang
balik antara madinah dan Syam bahwa tentara Rum telah mengerahkan suatu tentara
yang besar akan menyerang Madinah. Kabilah-kabilah Lakham dan Juzam dan
kabilah-kabilah arab yang telah memeluk agama Nasarani menggabung pula kedalam
tentara beasar itu. Mereka berkumpul di negeri Sulaqa’. Demikianlah berita yang
diterima menurut riwayat Ibnu Sa’ad.
Setelah
mendengar berita-berita yang demikian dan disesuaikan kebenarannya dengan
berita yang lain, maka Rasulullah s.a.w memandang bahwa sebelum tentara musuh
itu sampai menunjuka tujuannya kemadinah, hendaklah didahului.
Tetapi
peperangan yang akan dihadapi ini dirasai sendiri memang suatu peperangan
besar. Sedang kala itu keadaan amat sukar. Yaitu pada bulan Rajab tahun
kesembilan, bertepatan dengan pertengahan musim panas. Dan pertengahan musim
panas itu pula musim pemetikan terakhir dari kebun-kebun kurma. Sedang
peperangan ini diundurkan atau bertahan saja di madinah, tidak
diserbu sebelum musuh itu dating, bahaya beasar lah ayang akan
di hadapi. Oleh sebab itu Rasulullah SAW yang sekali ini keluar dari
kebiasaanya. Kebiasaan kalau pergi perang tidak banyak cakap dan
kemana tujuan disembunyikan saja. Mujahidin hanya disuruh taat dan ikut. Tapi
kali ini Rasulullah SAW menyerukan berperang dengan terang-terang. Apalagi
perjalanan kali ini akan jauh, yaitubke Tabuk. Jarak anatar Tabuk
dengan Madinah, ialah 14 marhalah ata8 14 perhentian. Dan jarak
antara Tabuk dengan Syam 11 perhentian. Dalam hitungan kilometer zaman
sekarang jarak madinah dengan tabuk adalah 692 Km dan jarak Tabuk dengan Syam
ialah 610 Km. Jarak Madinah dengan Damaskus adalah 1302 Km. lantaran itu maka
Tabuk adalah di tengah-tengah anatar madinah dengan Damaskus.
Pada
masa sulit itu para sahabat berlomba untuk mengatasi kesukaran yang akan
dihadapi oleh orang Islam dalam perperang nanti. Melihat yang
demikian terharu Rasulullah SAW. Disamping itu ada pula golongan
yang lemah hati, mengemukakan dalih. Yang banyak istirahat bersenang
diri, meresa berat diajak. Maka datanglah ayat-ayat ini, mengahardik
orang-orang yang lemah iman itu. Membuka hati orang munafik. Ayat-ayat yang
begitu tajam mengkritik bahwa simunafiklah yang menyebabkan bahwa surat ini
bernama juga surat Al-fadhihah yang artinya membuka rahasia yang memberi malu
kepada orang munafik.
“Wahai
orang-orang yang beriman” (pangkal
ayat 38). Pangilan mulia kepada orang yang telah percaya kepada Tuhan, apabila
mereka disuruh mengerjakan atau memikul beban yang berat dan melaksanakan suatu
kewajiban: “Gerangan apakah sebabnya jika dikatakan kepada kamu:
berperanglah pada jalan Allah, kamu beratkan badan kamu kebumi ?”. Panggilan
perang, seruan memangul senjata menghadapi musuh, pengerahan menyusun barisan
di Nafir. Dari sanalah diambil kalimat Nafiri buat nama dari terompet penyeru
perang. Sekarang nafiri atau seruan itu telah sampai dari Rasul, mengapa kamu
merasa keberatan, berat kamu mengangkat dirimu dari tempat dudukmu? Tidak
segera tegak dan siap? Seakan-akan pinggulmu melekat pada bumi?.
Disini
dipanggil tuahnya, yaitu seluruh orang yang beriman. Meskipun tidak semua merasa
berat diri buat bangkit, namun dengan panggilan kepada orang-orang yang beriman
itu, dengan sendirinya hilanglah rasa keberatan, kalau masih ada dalam hati
yang teguh iman, karena waktu itu memang sangat susah, musim panas, kurang
belanja, musim memetik buah dan sebagainya. Tetapi orang yang lemah iman dan
munafik niscaya dsangat terkena denga kritik yang tajam ini. Sebab nama
panggilan iman telah diseur oleh Tuhan, tidak mungkin orang beriman terpengaruh
oleh segala keberatan itu; “ Apakah kamu lebih suka hidup didunia
daripada diakhirat?”. Apakah yang menyebabkan kamu keberatan pergi? Adakah
karena merasa enak duduk dirumah, atau karena keberatan pergi? Adakah karena
merasa enak duduk dirumah, atau karena berat meninggalkan hasil
kebun yang tengah di petik? Padahal semuanya itu adalah dunia
belaka? Sedang berjalan jihad menegakan agama Allah adalah karena menuju
bahagia hidup di akhirat? : “maka tidaklah ada bekal hidup didunia itu,
terhadap akhirat, melainkan sedikit.”.
Segala
yang menyebabkan kamu berat pergi itu hanyalah bekal didunia belaka. Rumah yang
akan kamu tinggakan, kebun yang akan dipetik isinya, keenakan duduk dirumah
bercengkrama dengan anak istri, semuanya itu hanyalah bekal hidup sementara,
yang tidak ada artinya jika dibandingkan dengan nikmat Allah yang akan kamu
terima diakhirat, karena taat dan patuh menjalankan perintah Allah.[11]
إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah
menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang
lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ayat
39)
Tafsir Mufradat
Kalimat إِلَّا
تَنْفِرُوا jika kalian tidak keluar bersama Nabi Muhammad saw. untuk berjihad.
Kata أَلِيمًا dibuat sakit (pedih). وَلَا
تَضُرُّوهُ kamu
tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya, maksudnya Allah atau Nabi
Muhammad saw.[12]
Asbab An-Nuzul
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Najdah bin
Nufai’, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai ayat ini,
dan beliau menerangkan bahwa Rasulullah memerintahkan salah satu suku untuk
perang, tapi mereka merasa berat melaksanakan perintah beliau, maka Allah
menurunkan ayat ini.[13]
Tafsir
Wahai
kaum mukmin, jika kalian tidak mau pergi berperang, maka Allah akan mengadzab
kalian dengan adzab yang pedih. Allah akan mengganti kalian dengan kaum lain
yang mau berjihad, dan kalian tidak akan dapat sedikitpun merugikan Rasul
Allah. Allah maha kuasa mengatur semuanya.[14]
Pada
ayat ini Allah swt. mengancam orang-orang yang tidak patuh dan tidak mau tunduk
memenuhi anjuran dan perintah Nabi Muhammad saw. untuk pergi berperang. Mereka
akan disiksa di dunia ini antara lain dengan kehancuran, kelaparan, dan
lain-lainnya, dan mereka akan diganti dengan satu kaum yang taat kepada Allah
swt., patuh pada Rasul-Nya mencintai Rasul-Nya dan membantu Nabi saw.
menegakkan agama yang dibawanya. Pembangkangan mereka terhadap anjuran dan
perintah Nabi Muhammad saw. pergi berperang untuk menegakkan agama, tidaklah
akan memberi mudarat kepada Allah swt. sedikit pun dan tidak pula memberikan
manfaat sebagaimana firman Allah yang disabdakan Rasulullahsaw:
Artinya: “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak akan
bisa menyampaikan mudarat kepada-Ku hingga kamu dapat menyusahkan Aku, begitu
juga kamu tidak dapat memberikan manfaat kepada-Ku hingga kamu dapat memberikan
pertolongankepada-Ku.” (H.R. Muslim dari Abu Zar al-Gifari).[15]
Orang-orang
merasa berat untuk keluar berperang dalam perang Tabuk memerangi bangsa Romawi
karena bebrapa sebab; Pertama, beratnya musim panas dan paceklik. Kedua,
jauhnya jarak perjalanan dan membutuhkan untuk persiapan yang banyak karena
melebihi peperangan biasanya. Ketiga, waktu panen buah di madinah saat
itu. Keempat, sangat panas pada saat itu. Kelima, kewibawaan
pasukan Romawi.[16]
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ
أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ
يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ
سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ
الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka
Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir
(musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari
dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada
temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta
kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan
membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan
orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi.
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ayat
40)
Tafsir Mufradat
Kalimat إِلَّا تَنْصُرُوهُ maksudnya jika kalian tidak menolong
Rasul-Nya, Allah akan menolong dan membantunya, mencukupinya dari pihak lain
dan menjaganya, sebagaimana Dia berkuasa menolongnya pada waktu hijrah ketika
orang-orang Musyrik berkeinginan membunuh, menahan atau mengusir dari
negerinya.[17]
Firman-Nya: إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواketika orang-orang
kafir mengeluarkannya menunjukkan secara tegas bahwa hijrah Rasul saw. ke
Madinah, walaupun atas restu Allah, penyebabnya adalah sikap permusuhan kaum
musyrikin Mekkah. Itu sebabnya beberapa saat sebelum meninggalkan kota Mekkah,
beliau bersabda mengarahkan ucapan kepada tumpah darahnya bahwa: “Demi Allah,
engkau adalah tempat yang paling kumuliakan. Seandainya pendudukmu tidak
mengeluarkan (mengusir) aku, niscaya aku tidak akan keluar meninggalkanmu.”[18]
Tafsir
Wahai
kaum mikmin jika kalian tidak mau menolong Rasul. Maka Allah telang menolongnya
ketika kaum kafir Quraisy mengusirnya dari Makah. Rasul disertai oleh Abu
Bakar, sehingga menjadi berdua ketika berada di gua Tsur. Wahai kaum mukmin,
ingatlah ketika Rasul berkata kepad Abu Bakar: “Janganlah kamu merasa sedih.
Allah pasti membela kita.” Wahai kaum mukmin ingatlah ketika perang Badar,
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul dan menguatkan pasukannya dengan
tentara-tentara yang tidak kalian lihat. Allah telah menetapkan bahwa gama
orang kafir itu hina, sedangkan agama Allah
itu mulia. Allah Mahaperkasa mengalahkan orang kafir, dan Maha Bijaksana
mengatur siasat-Nya.[19]
Pada
ayat ini Allah swt. tidak membenarkan sangkaan orang-orang musyrik, bahwa
perjuangan Nabi Muhammad saw. tidak akan berhasil apabila mereka tidak ikut membantunya.
Sekali pun mereka tidak ikut membantunya, maka sudah tentu Allah akan
membantunya. Hal ini telah dibuktikan oleh Allah swt., yaitu ketika rumah Nabi
Muhammad saw. dikepung rapat-rapat oleh orang-orang Quraisy yang akan
membunuhnya. Pembunuhan itu dimaksudkan untuk membendung dan menghentikan
dakwah Islamiah yang mereka khawatirkan, makin hari makin meluas pengaruhnya.
Atas pertolongan dan bantuan Allah swt. Nabi Muhammad saw. dapat lolos dari
kepungan mereka yang ketat sehingga dengan perasaan aman beliau keluar dari
rumahnya menuju suatu gua di gunung Sur tempat persembunyiannya untuk sementara
ditemani oleh sahabat setianya Abu Bakar. Sedang di waktu Nabi keluar dari
rumahnya itu orang yang mengepung itu pun berada dalam keadaan tidur nyenyak sampai
pagi.
Demikianlah
Allah swt. menggagalkan niat jahat mereka. Setelah mereka bangun dari tidurnya
dan melihat Nabi Muhammad saw. sudah tidak ada lagi di tempat tidurnya, tetapi
yang ada ialah Ali bin Abu Talib, mereka merasa kecewa dan marahnya pun bertambah
terutama ketika mereka yakin bahwa yang menaburkan pasir ke telinga mereka
ialah Nabi Muhammad saw. sendiri. Segeralah mereka mengikuti jejak Nabi saw.
dengan penuh amarah sehingga sampai di gua Sur. Melihat situasi gawat itu Abu
Bakar merasa cemas dan berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah andaikata
ada salah seorang di antara mereka mengangkat kakinya pasti dia dapat melihat
kita berada di bawah kakinya." Nabi Muhammad saw. menjawab: "Wahai
Abu Bakar, janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta
kita." Nabi Muhammad saw. bersama Abu Bakar di dalam gua Sur,
senantiasa berada di bawah pertolongan, bantuan, kekuasaan dan lindungan Allah.
Allah menetapkan ketenangan hati Nabi saw. dan Abu Bakar serta memberikan
bantuan tentara yang tidak dilihatnya sehingga selamatlah keduanya di dalam gua
Sur, dan gagallah niat jahat mereka itu. Firman Allahswt:
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy)
memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau
membunuh atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan
tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (Q.S. Al-Anfal:
30)
Dan firman-Nya:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
Artinya: Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia. (Q.S. Mu'min: 51)
Allah
swt. selalu menempatkan orang-orang kafir itu di tingkat yang rendah, selalu
kalah. Dan kalimat Allah yaitu agama yang didasarkan atas tauhid, jauh dari
syirik, selalu ditempatkan di tempat yang tinggi mengatasi yang lain. Allah
swt. Maha Kuasa dan Maha Perkasa, selalu menang tidak ada yang dapat
mengalahkannya, Maha Bijaksana, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dialah yang
selalu menolong memenangkan Rasulullah saw. dengan kekuasaan-Nya, memenangkan
agama-Nya dan agama-agama yang lain dengan kebijaksanaan-Nya sebagaimana firman
Allah swt:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Artinya: Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Alquran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (Q.S. At Taubah: 33)[20]
Penutup
Kesimpulan
Surat At-Taubah Ayat 37
1.
Haram
melakukan tipu muslihat terhadap syari’at dengan memberikan fatwa-fatwa yang
batil, seperti menghalalkan yang diharamkan. Padahal tipu muslihat tidak lain
hanyalah menambah dosa.
2.
Setan
selalu memperindah yang batil dan menganggap yang baik mungkar.
3.
Orang-orang
fasik dan orang-orang kafir terhalang hidayah dan taufik yang di dalamnya
terdapat kebaikan dan kebenaran, baik di dunia apalagi di akhirat.
Surat At-Taubah Ayat 38-40
1.
Kewajiban
untuk berjihad jika pemimpin menyerunya dengan seruan umum, yaitu apa yang
dikenal sebagai mobilisasi masyarakat atau kelompok.
2.
Kewajiban
berperang di jalan Allah bukan jalan selain Allah Swt.
3.
Menjelaskan
bahwa dunia ini sangatlah hina dan pendek dibandingkan akhirat.
4.
Kewajiban
menolong Rasulullah saw dalam agamanya, umatnya dan sunahnya.
5.
Penjelasan
tentang kemuliaan dan keutamaan Abu Bakar Ash-Siddiq.
6.
Islam
adalah agama yang tinggi dan tidak ada agama yang tinggi darinya.
Daftar
Pustaka
Al-Ma’aniy. Mu’jam Lisan Al-‘Arab.
Al-Quranul Karim. Tarjamah Tafsiriyah, (Yogyakarta: Ma’had
An-Nabawy, 2011).
As-Suyuthi, Jalaluddin. Asbab
An-Nuzul.Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk. (Depok: Gema Insani,
2008).
Az-Zuhaili,
Wahbah. Tafsir Al-Munir. Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk. (Depok: Gema Insani, 2005). Jilid 5
Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2007. ), Jilid 4.
Hamka, Buya. Tafsir Al-Azhar. PT Pustaka Pansimas. (Jakarta:
1995, Juz 10).
Muhammad, Ahsin
Sakho. Oase Al’Quran Penyejuk Kehidupan. (Jakarta: PT Qaf Media Kreativa,
2017).
Shihab, M. Quraish, Tafsir AL-Mishbah. (Jakarta: Lentera
Hati, 2012). Jilid 5.
[1] Ahsin Sakho
Muhammad, Oase Al’Quran Penyejuk Kehidupan, (Jakarta: PT Qaf Media
Kreativa, 2017), hal. 10
[2] Wahbah
Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk (Depok:
Gema Insani, 2005), Jilid, 5, hal. 457
[3] M. Quraish
Shihab, Tafsir AL-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid 5, hal.
92
[4] Wahbah
Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir... hal. 458
[5] Al-Quranul
Karim, Tarjamah Tafsiriyah, (Yogyakarta: Ma’had An-Nabawy, 2011), hal.
194
[6] Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2007. ), Jilid 4, hal. 113
[7] Al-Ma’aniy, Mu’jam
Lisan Al-‘Arab
[8] Jalaluddin
As-Suyuthi, Asbab An-Nuzul,Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk
(Depok: Gema Insani, 2008), hal. 283
[9] Al-Quranul
Karim, Tarjamah Tafsiriyah, .... hal. 194
[10] M. Quraish
Shihab, Tafsir AL-Mishbah,.... hal. 100
[11] Buya Hamka, Tafsir
Al-Azhar, (Jakarta:PT Pustaka Pansimas, 1995, Juz 10), hal. 212-213
[12] Wahbah
Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir,.... hal 468
[13] Jalaluddin
As-Suyuthi, Asbab An-Nuzul,.... hal. 283-289
[14] Al-Quranul
Karim, Tarjamah Tafsiriyah, .... hal. 194
[15] Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya,....
hal.117
[16] Wahbah
Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, .... hal. 469
[17] Wahbah
Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir,.... hal 471
[18] M. Quraish
Shihab, Tafsir AL-Mishbah,.... hal. 105
[19] Al-Quranul
Karim, Tarjamah Tafsiriyah, .... hal. 194